Sabtu, 03 Oktober 2009

REVITALISASI PEMBANGUNAN HUKUM POSITIF PERSPEKTIF FILSAFAT HUKUM


CORETAN ASPIRASI

REVITALISASI PEMBANGUNAN HUKUM POSITIF 
PERSPEKTIF FILSAFAT HUKUM [1]



Mochamad Soef, SH, S.HI [2]
0920101021


PASCASARJANA HUKUM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2009


                                                                      Abstrak
Dalam merevitalisasi pembangunan hukum  positif (nasional), filsafat hukum mempunyai peran yang sangat fital sekali, karena dengan filsafat hukum pelaksanaan pembangunan hukum positif akan dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law). Filsafat hukum menawarkan pilihan-pilihan yang tepat terhadap hukum yang akan dibangun. Dengan demikian maka hukum yang lahir dan produk pembangunan hukum nasional akan memiliki berbagai dimensi moral, dimensi keadilan, dimensi kepastian dan dimensi kemanfaatan.
Kata kunci: Pembangunan hukum positif, filsafat hukum.



A.    PENDAHULUAN
Filsafat hukum dan pembangunan hukum pada dasarnya merupakan dua sudut konsep yang berbeda, namun memiliki titik temu pada objek pembahasannya yang sama yaitu mengenai hukum. Filsafat hukum dan pembangunan hukum adalah dua konsep yang berbeda; filsafat hukum sebagai suatu disiplin keilmuan dan merupakan refleksi tentang landasan dari sebuah kenyataan. Setiap dalil filsafat harus terargumentasikan atau dibuat dapat dipahami secara rasional[3], sementara pembangunan hukum merupakan suatu kebijaksanaan yang bersifat nasional dalam bentuk pembangunan di bidang hukum.
Dalam merevitalisasi pembangunan hukum positif (nasional), yang perlu mendapatkan perhatian utama adalah masalah kesadaran hukum masyarakat dan kebudayaan masyarakat tersebut harus ditanamkan dengan sesungguhnya sehingga masyarakat sadar atas pentingnya suatu kepatuhan hukum. Pembangunan hukum perlu diperhatikan juga sejarah dan struktur budaya Indonesia ini yang sangat majemuk, sehingga produk hukum yang dihasilkan dapat diterima oleh masyarakat seutuhnya sesuai dengan norma masyarakat tersebut.
Untuk membahas tentang filsafat hukum tidak ada habisnya dan rumit, agar lebih mudah dalam pembahasan makalah ini maka “pembangunan” yang dimaksud diartikan secara sederhana sebagai upaya untuk mengubah (revitalisasi) sesuatu menjadi lebih baik dari sebelumnya.


B.     ARAH DAN TUJUAN PEMBANGUNAN HUKUM POSITIF
Telah termaktub dalam Undang-undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtstaat). Sebagaimana amanat konstitusional pasa 27 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945, yaitu segala warga negara bersamaan kedudukan-nya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, telah disebutkan pula yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakanketertiban dunia berdasarkankemerdekaan.
Proses pembangunan hukum berkaitan erat dengan (i) proses pembuatan hukum atau perangkat peraturan perundang-undangan yang memungkinkan nilai-nilai normatif yang hidup di dalam masyarakat untuk diformulasikan sedemikian rupa dan kemudian dilegitimasikan oleh kekuasaan umum menjadi norma publik (law making process), (ii) proses pelaksanaan dan penegakan (law enforcement) yang memungkinkan hukum yang dibangun dan dikembangkan menjadi hidup dan dapat bekerja secara fungsional (living law in action), dan (iii) proses pembinaan dan pembangunan kesadaran hukum masyarakat yang memungkinkan hukum dan sistem hukum yang dibangun memperoleh dukungan sosial dalam arti luas (legal awareness).[4]
Supaya hukum memiliki kekuatan memaksa maka hukum harus diumumkan sebagaimana Aquinas mendefinisikan hukum adalah sebagai berikut; hukum adalah tatanan rasio yang berfungsi menegakkan kebaikan bersama yang dibuat dan diumumkan secara resmi oleh orang yang memiliki kepedulian pada komunitas.[1] Analisa bahwa pembangunan hukum berhasil atau tidaknya dalam suatu negara bermuara kepada pembentukan sikap dan kesadaran masyarakat terhadap hukum, karena dengan demikian masyarakat telah menikmati rasa keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum, pada esensinya pemerintah hadir dan berada demi kepentingan rakyat.[5]


C.     PENUTUP
Negara Indonesia menganut sistem hukum civil law, yang berarti lebih menekankan hukum sebagai undang-undang, harus melakukan pembaharuan hukum lewat pembaharuan peraturan perundang-undangan (termasuk undang-undang). Dalam merevitalisasi peraturan perundang-undangan ini harus memperhatikan kesadaran hukum  masyarakat. Dalam pemikiran filsafat hukum, sikap ini dianjurkan oleh Eugen Erlich, pemuka dari aliran Sociological Jurisprudence.[6] Yang menjadi konsepsi dasar pemikiran bidang hukum adalah apa yang disebut sebagai living law. Hukum positif yang baik (dan karenanya efektif) adalah hukum yang sesuai dengan living law yang merupakan kemauna dari masyarakat (inner order) yang mencerminkan nilai-nilai atau norma-norma yang hidup di dalamnya.
Masalah kesadaran hukum dalam masyarakat merupakan persoalan yang sebenarnya agak rumit. Hal ini disebabkan oleh karena masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk atau pluralistik, yang mencakup perbagai kesadaran baik yang bersifat pribadi maupun kelompok. Inti dari suatu sistem hukum antara aturan utama (primary rules), kewajiban masyarakat yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pergaulan hidup. Maka pemerintah dalam pembangunan hukum harus memperhatikan norma-norma yang hidup dalam masyarakat Indonesia agar peraturan dapat berjalan dan dipatuhi dalam penerapannya kehidupan.
FOOTNOTES
[1] Makalah untuk dipresentasikan dalam Mata Kuliah Filsafat Hukum Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Brawijaya tentang Gagasan tujuan hukum: konsepsi dan gagasan tentang apa sebenarnya yang hendak dicapai oleh hukum, 29 September 2009, Malang.

[2] Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Brawijaya, angkatan 2009.

[3] B.Arif Sidharta, 2008, Meuwissen Tentang Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum dan Filsafat Hukum, Cetakan kedua, Bandung: Refika Aditama, hlm.1.

[4] Jimly Asshiddiqie, 1998, Agenda Pembangunan Hukum Nasional Di Abad Globalisasi, Jakarta: PT Balai Pustaka, hlm.29-30.
[5] Andre Ata Ujan, 2009, Membangun Hukum Membela Keadilan Filsafat Hukum, Cetakan Kelima, Yogyakarta: Pustaka Filsafat, hlm.54.
[6] Ibid, hlm.55.

[6] Mochtar Kusumaatmadja, 2008, Konsep-konsep Hukum Dalam Pembangunan, Bandung: Alumni, hlm.78